ZMedia Purwodadi

Islam dan Iman Harus Beriringan

Daftar Isi

 


Bagi seorang muslim, tentu islam saja tidak cukup. Tidak cukup bagi seorang yang mengaku muslim hanya menjalankan rukun islam saja, ditekankan pula baginya untuk beriman. Beriman dengan lisannya, hatinya, dan anggota tubuhnya. Bersamaan dengan keyakinan yang menghujam kuat tentang rukun iman yang enam.

 

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah berkata :

"Pada diri seseorang harus berkumpul padanya amalan islam yang dzohir (tampak) dan keimanan yang bathin (tersembunyi). Siapapun yang hanya mencukupkan dirinya dengan islam saja tanpa ada keimanan, maka tidak ada bedanya ia dengan orang munafik. Sesungguhnya orang-orang munafik mereka hanya islam pada dzohirnya saja. Mereka berpuasa, melaksanakan sholat, dan mengerjakan rukun islam. Namun, pada hati mereka tidak ada sedikitpun keimanan sehingga mereka pun berada pada kerak neraka. Sebaliknya, jika ada orang yang beriman dengan hatinya namun tidak dilaksanakan oleh anggota tubuhnnya, tidak mengucapkan dua syahadat. Maka orang tersebut tidak dikatakan beriman. Karena iman dengan hati saja tidak cukup." (Lihat Al-Minhatur Rabbaniyyah Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyyah hal 47)

 

Intinya, orang yang melaksanakan islam saja tak ubahnya seperti orang-orang munafik yang tidak ada keimanan dalam diri mereka. Adapun yang hanya beriman di dalam hati saja, tak ubahnya seperti orang-orang musyrik terdahulu. Di mana sejatinya di dalam hati mereka beriman, namun mereka tidak ingin melaksanakan islam mereka mengingkari amalan-amalan yang dzohir. Allah Ta'ala berfirman :

 

قَدْ نَـعْلَمُ اِنَّهٗ لَيَحْزُنُكَ الَّذِيْ يَقُوْلُوْنَ فَاِ نَّهُمْ لَا يُكَذِّبُوْنَكَ وَلٰـكِنَّ الظّٰلِمِيْنَ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ يَجْحَدُوْنَ

 

"Sungguh, Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (Muhammad), (janganlah bersedih hati) karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. Al-An'am: Ayat 33)

 

Yakni, sejatinya mereka beriman kepada Nabi. Mereka percaya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karenanya mereka menggelari Nabi dengan Al-Amin, namun mereka tidak ingin beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Jahl pernah berkata,

إِنَّا لَا نُكَذِّبُكَ، وَلَكِنْ نُكَذِّبُ مَا جِئْتَ بِهِ

"Kami tidak mendustakanmu!, namun kami mendustakan apa yang engkau bawa (agama islam)." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-An'am : 33)

 

Sehingga Allah turunkanlah ayat di atas. Sebagai contoh yang lain, Abu Thalib paman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata,

وَلَقَدْ عَلِمْتُ بِأَنَّ دِيْنَ مُحَمَّدٍ                     مِنْ خَيْرِ أَدْيَانِ البَرِيَّةِ دِيْناً

لَوْلاَ المَلاَمَةُ أوحذارُ مَسَبَّةٍ                       لرأيتني سمحاً بذك الدين

Aku telah mengetahui bahwa agama Muhammad

                              Adalah agama terbaik untuk manusia

Andai bukan karena menghindar dari cercaan dan hinaan

                              Engkau akan melihatku menerima agama itu.”

Demikianlah yang diucapkan oleh Abu Thalib, namun hal tersebut tidak membuatnya masuk ke dalam islam. Karena tentunya percaya atau beriman saja tidak cukup, harus melaksanakannya secara dzahir. Itulah yang dinamakan islam. Oleh karena itu, harus ada kolerasi antara islam dan juga iman. Jika hilang salah satu, maka tidak sempurna keimanannya dan keislamannya.

 

Wallahul Muwaffiq.

 

Zia Abdurrofi

Depok, 20 Rabi’ul Awwal 1446H / 23 September 2024

Posting Komentar