Islam dan Iman Harus Beriringan
Bagi
seorang muslim, tentu islam saja tidak cukup. Tidak cukup bagi seorang yang
mengaku muslim hanya menjalankan rukun islam saja, ditekankan pula baginya
untuk beriman. Beriman dengan lisannya, hatinya, dan anggota tubuhnya.
Bersamaan dengan keyakinan yang menghujam kuat tentang rukun iman yang enam.
Syaikh
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah berkata :
"Pada
diri seseorang harus berkumpul padanya amalan islam yang dzohir (tampak) dan
keimanan yang bathin (tersembunyi). Siapapun yang hanya mencukupkan dirinya
dengan islam saja tanpa ada keimanan, maka tidak ada bedanya ia dengan orang
munafik. Sesungguhnya orang-orang munafik mereka hanya islam pada dzohirnya
saja. Mereka berpuasa, melaksanakan sholat, dan mengerjakan rukun islam. Namun,
pada hati mereka tidak ada sedikitpun keimanan sehingga mereka pun berada pada
kerak neraka. Sebaliknya, jika ada orang yang beriman dengan hatinya namun
tidak dilaksanakan oleh anggota tubuhnnya, tidak mengucapkan dua syahadat. Maka
orang tersebut tidak dikatakan beriman. Karena iman dengan hati saja tidak
cukup." (Lihat Al-Minhatur Rabbaniyyah Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyyah
hal 47)
Intinya,
orang yang melaksanakan islam saja tak ubahnya seperti orang-orang munafik yang
tidak ada keimanan dalam diri mereka. Adapun yang hanya beriman di dalam hati
saja, tak ubahnya seperti orang-orang musyrik terdahulu. Di mana sejatinya di
dalam hati mereka beriman, namun mereka tidak ingin melaksanakan islam mereka
mengingkari amalan-amalan yang dzohir. Allah Ta'ala berfirman :
قَدْ نَـعْلَمُ اِنَّهٗ لَيَحْزُنُكَ الَّذِيْ
يَقُوْلُوْنَ فَاِ نَّهُمْ لَا يُكَذِّبُوْنَكَ وَلٰـكِنَّ الظّٰلِمِيْنَ بِاٰ يٰتِ
اللّٰهِ يَجْحَدُوْنَ
"Sungguh,
Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu
(Muhammad), (janganlah bersedih hati) karena sebenarnya mereka bukan
mendustakan engkau, tetapi orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat
Allah." (QS.
Al-An'am: Ayat 33)
Yakni,
sejatinya mereka beriman kepada Nabi. Mereka percaya kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Karenanya mereka menggelari Nabi dengan Al-Amin, namun
mereka tidak ingin beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam. Abu Jahl pernah berkata,
إِنَّا لَا نُكَذِّبُكَ، وَلَكِنْ نُكَذِّبُ
مَا جِئْتَ بِهِ
"Kami
tidak mendustakanmu!, namun kami mendustakan apa yang engkau bawa (agama
islam)."
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-An'am : 33)
Sehingga
Allah turunkanlah ayat di atas. Sebagai contoh yang lain, Abu Thalib paman Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata,
وَلَقَدْ عَلِمْتُ بِأَنَّ دِيْنَ مُحَمَّدٍ مِنْ
خَيْرِ أَدْيَانِ البَرِيَّةِ دِيْناً
لَوْلاَ المَلاَمَةُ أوحذارُ مَسَبَّةٍ لرأيتني سمحاً بذك الدين
“Aku telah mengetahui bahwa agama Muhammad
Adalah agama terbaik untuk
manusia
Andai bukan karena menghindar dari cercaan dan hinaan
Engkau akan melihatku menerima
agama itu.”
Demikianlah yang diucapkan oleh Abu Thalib, namun hal
tersebut tidak membuatnya masuk ke dalam islam. Karena tentunya percaya atau
beriman saja tidak cukup, harus melaksanakannya secara dzahir. Itulah yang
dinamakan islam. Oleh karena itu, harus ada kolerasi antara islam dan juga
iman. Jika hilang salah satu, maka tidak sempurna keimanannya dan keislamannya.
Wallahul Muwaffiq.
Zia Abdurrofi
Depok, 20 Rabi’ul Awwal 1446H / 23 September 2024

Posting Komentar