Siapakah yang Selamat dari Cercaan Manusia?
Sudah menjadi rahasia umum, manusia yang hidup dengan
manusia lainnya pasti akan mendapatkan ujian dan cobaan. Bahkan sering kali
tidak bisa lepas dari hinaan dan cercaaan yang berbagai macam bentuknya. Kerap
kali lisan yang tak bertulang itu menjadi awal sebuah petaka dan permusuhan.
Kenyataan yang mungkin berat untuk diterima, lisan yang
tidak begitu besar bentuknya dan lemah sifatnya. Namun dapat menusuk dan
menyakiti sampai ke dalam hati. Sering kali hati begitu merasa sakit bahkan
tertumpahkan dengan air mata sebagai alias dari hati yang tersakiti oleh ucapan
yang keluar dari lisan.
Demikianlah kehidupan yang ada, adakalanya Allah Ta’ala
membuat orang lain hadir dikehidupan kita sebagai ujian untuk kita. Apakah
kita bersabar ? Simaklah firman
Allah
Ta’ala di bawah ini,
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً اَتَصْبِرُوْنَ وَكَا
نَ رَبُّكَ بَصِيْرًا
“Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai
cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Rabbmu Maha
Melihat." (QS. Al-Furqan : Ayat 20)
Siapakah yang selamat dari cercaan manusia? Jawabnya, tidak ada!. Ya, tidak ada yang bisa selamat dari cercaan manusia! Bahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lepas dari cercaan manusia. Puluhan gelar buruk disematkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tukang sihir, penyair, orang gila dan masih banyak lagi. Namun beliau tetap bersabar dan tidak membalas hinaan-hinaan tersebut.
Makhluk yang termulia di muka bumi ini, makhluk yang begitu dicintai oleh kawan
maupun lawan. Namun tetap saja, beliau pun mendapatkan hinaan dan cercaan.
Bahkan tidak sedikit mereka yang menganggu dan menyerang fisik beliau.
Lantas, mungkinkah kita selamat dari cercaan manusia?
Bersamaan Nabi tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak
selamat. Mustahil kiranya jika kita dapat selamat dari cercaan manusia.
Terlebih bagi mereka yang mendakwahkan agama ini, tentunya sudah harus siap
menjadikan cercaan dan hinaan sebagai santapan sehari-hari. Syaikh Al-Albani rahimahullah
beliau menuliskan dalam muqodimah kitab Shifatu Sholatin Nabi,
إني حين وضعت هذا
المنهج لنفسي ـ وهو التمسك بالسنة
الصحيحة ـ وجريت عليه في كتبي كنت على علم أنّه لا يرضي ذلك كل الطوائف والمذاهب بل سوف
يوجه بعضهم ألسنة الطعن؛ وأقلام اللوم إلي، ولا
بأس من ذلك عليّ، فإني أعلم أيضا أن
إرضاء الناس غاية
لا تدرك.
“Tatkala saya meletakkan metode ini untuk
saya pribadi -yaitu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah-, dan saya
letakkan pula pada kitab-kitab saya yang lain, saya sudah mengetahui bahwasanya
akan banyak kelompok-kelompok dan beberapa dari kalangan madzhab yang tidak
ridha (terhadap yang saya lakukan). Bahkan akan banyak dari mereka yang
mengarahkan lisan-lisan tajamnya dan pena-pena pencela yang diarahkan kepada saya.
Bagi saya tidak mengapa, karena bersamaan dengan itu saya mengetahui bahwa
ridha manusia adalah tujuan yang tidak akan pernah tercapai.” (Lihat
Shifatu Shalatin Nabi – Karya Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Kemudian beliau membawakan perkataan seorang penyair,
ولست بناج من
مقالة طاعــــــــن ولو كنت في غار
على جبل وعر
ومن الذي ينجوا من
الناس سالما ولو غاب عنهم بين
خافيتي نســـر
“Dan aku tidak akan selamat dari cercaan para
pencela
Kendati
aku berada di gua yang terletak di atas gunung yang sukar dilewati
Siapa kiranya yang dapat selamat dari cercaan
manusia ?
Kendati
ia bersembunyi dari mereka di balik kedua sayap burung.”
Demikianlah! Tidak akan ada yang dapat selamat dari
hinaan dan cercaan manusia. Lalu, bagaimana cara menghadapinya? Cara yang
paling terbaik dan mujarrab adalah diam! Dinukil dari Imam Asy-Syafi’i
dalam bait-bait sya’ir nya beliau pernah berkata,
يُخاطبني السفيهُ بكلِّ قبحٍ فأَكْرُهُ أن أكون له مجيبَا
يزيدُ سفاهةً فأَزيد حلمًا كعودٍ زادهُ الإحراقُ طيبَا
إذا نطَق السفيهُ فلا تُجبه فخيرٌ من إجابته السكوتُ
فإن كلَّمته فرَّجتَ عنه وإن خلَّيته كمدًا يموتُ
قلْ بما شئتَ في مسبَّة عرضي فسكوتي عن اللئيم جوابُ
ما أنا عادمُ الجوابِ ولكن ما ضرَّ الأُسدَ أنْ تَجيبَ الكلابُ
“Orang bodoh mencelaku
dengan berbagai macam celaan
Akupun tidak suka untuk menjawabnya
Ia menambah
kebodohannya sedang aku menambah kecerdasan
Layaknya kayu gaharu, semakin dibakar
semakin wangi semerbak.”
Beliau juga mengatakan,
“Jika orang bodoh mencela,
maka jangan engkau menjawabnya
Hal yang terbaik dalam menjawabnya adalah
diam
Jika engkau
menjawabnya, engkau akan memberi celah untuknya
Jika engkau mendiamkannya ia akan
mati terbungkam.”
Beliau juga mengatakan,
“Ucapkanlah
sesukamu dalam mencela kehormatanku
Diam dari pencela sejatinya adalah
jawaban untuknya
Bukanlah aku tidak
ingin menjawabnya, namun
Singa tidak pantas menjawab gongongan anjing.”
Inilah cara terbaik untuk melawan hinaan dan cercaan manusia. Cukup diamkan saja dan jangan pernah engkau menggubrisnya. Kemudian berdoalah kebaikan untuk orang itu. Semoga Allah segera merubahnya.
Wallahul Muwaffiq
Zia Abdurrofi
Jakarta, 22 Rabi’ul Awwal 1446H / 26 September 2024

Posting Komentar