ZMedia Purwodadi

Allah Telah Memudahkan Jalan Untuknya

Daftar Isi




Setelah menikah, terkadang suami dan istri Allah takdirkan untuk menunggu dan menanti sang buah hati. Adakalanya hitungan pekan, bulan, bahkan tahunan. Sehingga harap-harap cemas menyelimuti kedua insan yang saling mencintai karena Allah. Do’a demi do’a senantiasa membasahi lisan keduanya, puncak harapan yang tertinggi mereka gantungkan kepada Allah Ta’ala. 

Tatkala pada saat yang tepat Allah karuniakan keterunan,  dibuktikan dengan cara yang sangat mudah. Hanya menggunakan alat kecil dan sederhana yang bisa mengeluarkan dua garis istimewa sebagai tanda keberhasilan akan sebuah pembuahan. Hati keduanya pun berbunga-bunga, gembira, bahkan sampai tak bisa berkata-kata. Bahkan air mata kebahagiaan pun turut menemani kebahagiaan sederhana itu. 

Namun, bersamaan dengan kebahagiaan-kebahagiaan itu seringkali rasa cemas menyelimuti. Cemas akan rezeki, cemas soal proses-proses yang akan dilewati, terlebih cemas terhadap proses ending dari kehamilan yaitu, lahirannya. 

Demikianlah manusia. Di satu sisi kebahagiaan itu menyelimuti, di sisi lain kecemasan justru menyingkap kebahagiaan yang sedang menyelimuti itu. Tidak adil rasanya jika kecemasan itu menghalangi kebahagiaan. Biarlah kebahagiaan itu tetap pada fitrahnya, membuat senang hati yang sedang berbahagia. 

Ketahuilah, bahwasanya Allah Ta’ala telah mengatur segala hal. Dari yang kecil sampai yang besar. Di antara bentuk kesempurnaan Rububiyyah Allah Ta’ala adalah Allah menciptakan makhluk-makhluknya dengan sempurna. Allah Ta’ala berfirman, 

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
"Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin: 4) 

Lantas apa kiranya yang perlu dikhawatirkan? Mungkin ada sebagian “calon ibu” yang terus menerus mengkhawatirkan akan anaknya nanti, bagaimana nanti “aku mengeluarkannya?”. Simaklah sejenak firman Allah Ta’ala berikut ini, 

مِنْ اَيِّ شَيءٍ خَلَقَهٗ مِنْ نُّطْفَةٍ خَلَقَهٗ فَقَدَّرَهٗ ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهٗ ثُمَّ اَمَاتَهٗ فَاَقْبَرَهٗ ثُمَّ اِذَا شَاۤءَ اَنْشَرَهٗ
“Dari apakah Dia menciptakannya?, Dia menciptakannya dari setetes mani, lalu menentukan (takdir)-nya. Kemudian, jalannya Dia mudahkan. Kemudian, Dia mematikannya lalu menguburkannya. Kemudian, jika menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.” (QS. Abasa: 18-22) 

Dari ayat di atas dapat diketahui tentang penciptaan manusia, di mana manusia diciptakan dari Air yang hina, dari setetes air mani. Kemudian Allah memudahkan jalannya untuk keluar. 

ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهٗ
“Kemudian, jalannya Dia mudahkan” (QS. Abasa: 20) 

Pada ayat ke dua puluh, para Ulama berselisih tentang makna السَّبِيْلُ (jalan). Jalan apakah yang di maksud? 

Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari membawakan perselisihan tersebut di dalam kitabnya Tafsir Ath-Thobari. Beliau mengatakan, 

واختلف أهل التأويل في السبيل الذي يسَّره لها، فقال بعضهم: هو خروجه من بطن أمه
“Para Ahli Tafsir berselisih tentang arti dari Jalan yang Allah mudahkan. Sebagian mereka mengatakan, maksudnya adalah dimudahkan untuk keluar dari perut ibunya.”
Di antara yang menafsirkan seperti di atas adalah Abdullah bin ‘Abbas, Abu Shalih, As-Suddi, Qotadah, dan lainnya. 

Kemudian beliau mengatakan, 
وقال آخرون: بل معنى ذلك: طريق الحق والباطل
“Sebagian lagi berkata, maknanya adalah Jalan yang benar dan jalan yang bathil.”
Di antara yang menafsirkan adalah Mujahid, Al-Hasan, dan lainnya. 
Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala di dalam surat Al-Insan, 

اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا 
“Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus); ada yang bersyukur dan ada pula yang sangat kufur.” (QS. Al-Insan: 3)

Namun pendapat yang tepat adalah pendapat yang pertama. Yaitu, Allah mudahkan untuk keluar dari perut ibunya. Sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Imam Ath-Thobari,
وأولى التأويلين في ذلك عندي بالصواب قول من قال: ثم الطريق، وهو الخروج من بطن أمه يسَّره وإنما قلنا ذلك أولى التأويلين بالصواب، لأنه أشبههما بظاهر الآية
“Dan di antara kedua tafsiran yang utama dan benar dalam masalah itu menurutku adalah mereka yang mengatakan keluar dari perut ibunya. Kami mengatakan di antara kedua tafsiran yang utama dan benar adalah dikarenkan pendapat yang pertama lebih pas dalam konteks dzahir ayat.” (Lihat Tafsir Ath-Thobari) 

‘Alaa kulli haal, bahwasanya Allah telah berjanji untuk memudahkan bayi yang keluar dari perut ibunya. Lantas apa yang perlu engkau khawatirkan? 

Semoga bermanfaat

Wallahu’alam. 

Zia Abdurrofi
Depok, 28 Muharram 1447H / 23 Juli 2025
 

Posting Komentar